Koperasi Indonesia Di Tengah Pandemi Covid-19

Oleh: M. Iqbal Liayong Pratama . 6 Agustus 2021 . 15:39:06

Penulis : Daud Yusuf, S.Kom., M.Si (Sekretaris Jurusan Ilmu dan Teknologi Kebumian)

Memperingati hari Koperasi yang ke-74, tepatnya 12 Juli 2021 bangsa Indonesia masih berperang melawan pandemi Covid-19. Pandemi ini mewabah dan menyerang nyaris seluruh masyarakat dunia. Covid-19 melanda Indonesia sejak Maret 2020 silam telah mendisrupsi seluruh kehidupan sosial ekonomi. Kini di bulan Juli 2021 ini korban Covid-19 setiap harinya terus bertambah.

Sejak tahun 2020 hingga kini Covid-19 telah menginfeksi masyarakat Indonesia melampaui angka 2 juta jiwa. Pandemi Covid-19 ini bakal berdampak pada tiga hal  yaitu pengangguran, kemiskinan dan kelangkaan pangan. Hal ini sangat dirasakan masyatakat karena merosotnya pendapatan masyarakat akibat pemutusan hubungan kerja (PHK) dan berkurangnya aktivitas ekonomi produktif serta distribusi. Diperkirakan angka PHK selama pandemi hingga 2021 mencapai 24.03 juta orang.

Hingga kini belum ada yang bisa memastikan kapan wabah ini bakal berakhir.  Kondisi ini menyebabkan kehidupan sosial ekonomi masyarakat kian berat. Terutama masyarakat mengalami kesulitan memenuhi kebutuhan hidupnya. Di sinilah pentingnya solusi bernas untuk mengatasinya supaya beban masyarakat berkurang dan tetap produktif ditengah pandemi Covid-19. 

Tantangan

Tantangan utama bangsa ini akibat pandemik Covid-19 adalah meningkatnya pengangguran, kemiskinan dan kelangkaan pasokan bahan pangan. Pertama, pengangguran akibat pemutusan hubungan kerja (PHK). Data BPS Februari 2021 mencatat angka pengangguran di Indonesia sebesar 8,75 juta jiwa. Sementara bulan Februari 2020 sebesar 6,93 juta, dan Agustus 2020 sebesar 9,77 juta jiwa. Mulai Agustus 2020 hingga Februari 2021 mengalami penuruan sebesar 1,02 juta jiwa (10,44%). ILO pun memperkirakan korban PHK akibat Covid-19 di seluruh dunia mencapai 1,25 miliar orang.

Dampak paling parah diperkirakan di kawasan Asia Pasifik hingga mencapai 37,9 persen (ILO 2020). Kedua, selama pandemi Covid-19 angka kemiskinan melonjak drastis. BPS (2021) mencapat jumlah penduduk miskin Indonesia sebesar 27,55 juta orang per September 2020. Angkanya, naik 1,13 juta orang dibandingkan Maret 2020 sejumlah 26,42 juta orang. Dibandingkan lagi September 2019 angkanya melonjak 2,76 juta orang yaitu 24,42 juta orang. Kondisi ini tentu mengkhawatirkan jika tak ditangani serius dan sistemik oleh pemerintah. 

Ketiga, kelangkaan pangan. Selain meningkatnya angka kemiskinan dan pengangguran, pandemi covid-19 juga memicu kelangkaan pasokan pangan. BPS mencatat sepanjang Januari-April 2021 produksi setara beras diperkirakan 14,54 juta ton. Angkanya meningkat dibandingkan periode sama tahun 2020 dan 2019 masing-masing sebesar 11,46 juta ton 13,63 juta ton (Twitter BPS, 2021).

Kita berharap proyeksi ini tercapai di tengah pandemi, kondisi iklim tetap terjamin.  Dengan demikian rakyat tidak mengalami ancaman defisit ketersediaan pangan. Menariknya, di tengah kondisi pandemi, kesejahteraan petani mengalami perbaikan. Sepanjang Januari-Juni  2021, nilai tukar petani (NTP) berturutan Januari 103,26, Februari 103,10, Maret 103,29, April 102,93, Mei 103,39 dan 103,59. Artinya, petani ada perbaikan kesejahteraannya. Kombinasi antara kelangkaan pasokan pangan dan kemerosotan kesejahteraan petani berpotensi menimbulkan kelaparan dan meningkatnya jumlah penduduk berpendapatan di bawah garis kemiskinan.

Meskipun demikian, rakyat Indonesia masih memiliki modal sosial  berupa paham kekeluargaan dan gotong royong. Modal sosial ini hidup dalam jiwa rakyat Indonesia sehingga budaya rasa saling membantu dalam situasi kelangkaan pangan sembako masih berlangsung. Masalahnya, kondisi ini sampai kapan akan bertahan di tengah ketidakpastian akhir pandemi Covid-19? 

Hemat penulis, tantangan kelangkaan pangan ini akan menjadi peluang besar bagi bangsa ini, jika kita membangun kemandirian dan kedaulatan pangan melalui loncatan besar dari sisi permintaan maupun suplai.

Pertama, dari sisi permintaan kemandirin dan kedaulatan pangan dibangun lewat diversifikasi pangan. Caranya mengurangi ketergantungan terhadap beras dan gandum ke bahan makanan lainnya seumpama umbi-umbian, dan sagu. Pangan-pangan lokal daerah jadi pilihan alternatif mentransformasikan budaya konsumsi pangan masyarakat kita.

Kedua, dari sisi suplai, kemandirian pangan dibangun lewat (i) pemberian insentif dan penguatan organisasi dan kelembagaan yang menguntungkan petani maupun nelayan; (ii) tatakeloa budidaya pertanian dan perikanan serta penangkapan ikan hingga pasca panen berbasis inovasi dan kreasi berbasis teknologi informasi 4.0 jadi keniscayaan; (iii) menggalakan industrialiasasi pedesaan disertai reforma agraria berbasiskan  (a) produk unggulan lokal; (b) keterkaitan antara industri hulu dan hilir; (c) membangun arsitektur ekonomi rakyat berbasiskan koperasi.

Dalam bingkai arsitektur ekonomi rakyat kelembagaan BULOG dan koperasi Indonesia berperan mengelola bisnis hulu-hilir pangan secara terintegrasi. BRI berperan membiayai aktivitas pertanian pangan dan perikanan khusunya di pedesaan lewat skema kredit lunak.

Problem berikutnya adalah kemiskinan. Kemiskinan otomatis menimpa keluarga miskin petani maupun belayan di pedesaan hingga pulau kecil. Mengatasinya tak semudah membalikan telapak tangan. Bantuan sosial yang gelontorkan semenjak 2020, acapkali tak tepat sasaran. Makanya, mereka membutuhkan fondasi kuat untuk mengembangkan modal sosial dan modal ekonominya.

Kedua modalitas diharapkan mendorong mereka bertransformasi menjadi teknososiopreneur baik secara horizontal maupun vertikal. Alhasil akan mewujudkan kesejahteraan yang adil, mandiri, dan bermartabat. Mereka nantinya menjadi kuat, tidak rentan dan hidupnya berkelanjutan secara sosial-ekonomi.

Bila bangsa ini mampu mengatasi  kelangkaan pangan dan kemiskinan ini otomatis pengangguran juga ikut teratasi. Bagaimana strategi tepat dan jitu untuk mengatasi ketiga masalah itu?

Koperasi Indonesia

Mengatasi pengangguran, kemiskinan dan kelangkaan pangan di tengah pandemi Covid-19, membutuhkan strategi tepat dan terintegrasi. Strateginya adalah membangun kembali Koperasi Indonesia melalui arsitektur ekonomi rakyat berbasiskan koperasi. Koperasi Indonesia adalah lembaga ekonomi rakyat yang mestinya wajib beranggotakan seluruh rakyat Indonesia. Ia bertujuan memberdayakan dan memperkuat usaha anggotanya. Sembari berperan sebagai pemilik untuk memproduksi serta menyediakan barang dan jasa dalam memenuhi kebutuhan hajat hidup anggotanya. 

Koperasi Indonesia melalui arsitektur ekonomi rakyat berbasis koperasi melakukan  mobilisasi horizontal maupun vertikal, terutama di tengah pandemi Covid-19. 

Mengapa demikian? Pasalnya, koperasi Indonesia sesuai karakterisitiknya merupakan satu-satunya wadah tepat untuk mengembangkan modal sosial sekaligus modal ekonomi bagi keluarga-keluarga miskin di pedesaan maupun perkotaan. Mereka bakal bertransformasi menjadi teknososiopreneur berbasiskan teknologi informasi. Mereka berperan dalam proses produksi, distribusi maupun pemasaran komoditas pangan sembari menyediakan lapangan pekerjaan. Melalui arsitektur ekonim rakyat berbasis koperasi, Koperasi Indonesia mendayagunakan keunggulan komperatifnya.  Terutama di sektor produksi primer yaitu pertanian tanaman pangan, perikanan, peternakan, kehutanan, dan kemaritiman. 

Inilah strategi yang tepat mengatasi problem pengangguran, kemiskinan dan kelangkaan pangan di tengah pandemic Covid-19 ini.  Lewat mekanisme kelembagaan arsitektur ekonomi rakyat berbasis koperasi, rakyat diharapkan mampu meningkatkan daya saing ekonomi bangsanya. Sekaligus menciptakan efisiensi kolektif. Penulis berharap peringatan Hari Koperasi yang ke-74 tahun 2021 ini, jadi momentum berharga untuk mengembalikan fungsi Koperasi Indonesia sebagai sokoguru perekonomian nasional dalam mengatasi tantangan berat bangsa ini di tengah pandemi Covid-19. 

 

Agenda